Selamat Datang di Blog Saya!

Jumat, 18 Desember 2009

PENGERTIAN BISNIS


Pada saat mendengar kata ‘bisnis”, ingatan kita sejenak akan membayangkan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan besar seperti PT Unilever Indonesia, PT Indofood Sukses Makmur, maupun berbagai perusahaan kecil yang melakukan kegiatan perdagangan dan produksi, dari penghasil sepatu Cibaduyut sampat para pedagang eceran di Pasar Rumput. Semua pihak tersebut melakukan kegiatan bisnis. Lalu apa yang dimaksud dengan bisnis itu sendiri. Menurut Steinhoff (1979: 5), “Business is all those activities involved in providing the goods and services needed or desired by people.” Dalam pengertian ini kegiatan bisnis sebagai aktivitas yang menyediakan barang dan jasa yang diperlukan atau diinginkan oleh konsumen, dapat dilakukan oleh organisasi perusahaan yang memiliki badan hukum, perusahaan yang memiliki badan usaha, maupun perorangan yang tidak memiliki badan hukum maupun badan usaha seperti pedagang kaki lima, warung yang tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), serta usaha informal lainnya.

Produk (producats) yang dihasilkan dan diperdagangkan oleh kegiatan bisnis mencakup keseluruhan tangible goods maupun intangible goods (jasa). Yang dimaksud dengan tangible goods yakni barang-barang yang dapat diindra oleh panca indra manusia, seperti mobil, rumah, kursi, pulpen, mi instant, sabun cuci, dan lain-lain.

Sedangkan jasa (services) adalah produk yang tidak dapat dilihat secra kasat mata, tetapi dapatdirasakan manfaatnya setelah konsumen mengkonsumsi jasa tersebut. Sebagai contoh, keandalan seorang pengacara dalam memberikan jasanya tidak dapat diukur dari keberadaan fisik maupun asal suku bangsa pengacara tersebut. Jasa seorang pengacara pada saat menangani kasus hukum perdata maupun pidana akan terasa setelah pengacara tesebut melakukan pembelaan terhadap kliennya di depan pengadilan sehingga kliennya tersebut dapat terbebas dari jerat hukum.

Jasa yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan bisnis kepada konsumen, misalnya jas pengacara, jas notaries, jasa dokter, jasa guru, dan lain-lain.

Pengertian bisnis lainnya diberikan oleh Griffin dan Ebert (1996). “Business is an organization that provides goods or services in order to earn profit.” Sejalan dengan definisi tersebut, aktivitas bisnis melalui penyedian barang dan jasa bertujuan untuk menghasilkan profit (laba). Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan laba apabila total penerimaan pada suatu periode (total revenues) lebih besar dari total baya (total cost) pada periode yang sama.

Akumulasi laba yang diperoleh melalui aktivitas bisnis dapat pula diinvestasikan ke dalam portofolio usaha yang dapat meningkatkan nilai perusahaan (corporate value). Secara sederhana nilai perusahaan merupakan penjumlahan dari utang perusahaan (debt) ditambah dengan modal sendiri (equity).

Dalam kaitannya dengan investasi kembali laba usaha, maka laba usaha dapat diinvestasikan kembali untuk memperbesar skala usaha, pembelian saham, pembelian obligasi, atau diinvestasikan ke dalam usaha prospektif yang kemungkinan akan memberikan kontribusi laba jangka panjang yang lebih besar ke dalam kelompok usaha perusahaan.

Gambar di bawah ini memperlihatkan alternatif penggunaan laba perusahaan untuk perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas di mana penginvestasian kembali laba perusahaan diharapkan akan meningkatkan nilai perusahaan. Hal yang sama berlaku pula untuk organisasi koperasi di mana laba dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU) sebagian akan dibagikan kepada para anggota koperasi pada Rapat Anggota Tahunan (RAT), sedang sebagian SHU lainnya akan digunakan sebagai dana cadangan yang dapat digunakan, misalnya untuk menutupi kerugian usaha koperasi atau menambah permodalan koperasi.

Prinsip yang sama berlaku pula untuk perusahaan perseorangan yang tidak berbadan hukum, di manakeuntungan usaha yang diperoleh dapat digunakan oleh pengusaha yang bersangkutan untuk memperbesar modal usaha dan sebagian lagi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi pengusaha melalui mekanisme pengambilan pribadi (prive).

Badan Usaha ebagai wadah untuk melakukan kegiatan usaha (business) – sebagian besar didirikan untuk tujuan mencari keuntungan (profit oriented organizations). Tetapi selain badan usaha yang didirikan untuk mencari keuntungan, terdapat pula badan usaha yang didirikan dengantujuan tidak untuk mencari keuntungan (nonprofit organizations), misalnya yayasan. Bidang kegiatan yayasan dibatasi kepada bidang kegiatan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan, maka yayasan sebagai badan hukum yang bergerak dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan diperbolehkan mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan (Pasal 7). Selain itu, yayasan dapat melakukan penyertaan pada usaha-usaha prospektif yang sesuia dengan tujuan dan anggaran dasar yayasan, di mana penyertaan yayasan tersebut paling banyak sebesar 25% dari seluruh nilai kekayaan yayasan. Hasil kegiatan usaha digunakan untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuan yayasan (Pasal 3).

Kegiatan usaha yang dilakukan oleh yayasan harus sejalan dengan bidang kegiatan yayasan yang mencakup tiga bidang kegiatan, yaitu:

1.      Bidang Sosial
Yang termasuk kegiatan ini, misalnya menyelenggarakan pendidikan formal dan nonformal, panti asuhan, panti jompo, panti wreda, rumah sakit, poliklinik, dan lain-lain. (Tunggal, 2005: vi).

2.      Bidang Keagamaan
Mencakup: mendirikan sarana ibadah, mendirikan pondok pesantren dan madrasah, menerima dan menyalurkan amal zakat, infak, dan sedekah, meningkatkan pemahaman keagamaan dan lain-lain.

3.      Bidang kemanusiaan
Mencakup: memberi bantuan pada korban bencana alam, memberi bantuan kepada tunawisma, fakir miskin, gelandangan, mendirikan dan menyelengggarakan rumah singgah, dan lain-lain.

Dengan demikian, yayasan yang melakukan pembentukan badan usaha komersial dapa dipandang sebagaimana halnya badan usaha yang lain, hanya saja bidang kegiatannya mencakup bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

Perbedaan yang sangat fundamental antara yayasan dengan badan usaha lainnya adalah bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU No. 16 Tahun 2001, yayasan dilarang untuk melakukan pengalihan atau pembagian secara langsung maupun tidak langsung kekayaan yayasan baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat diniai dengan uang kepada Pembina, pengurus (kecuali pengurus yang bukan pendiri yayasan), dan pengawas yayasan. Sehingga apabila yayasan melakukan kegiatan usaha maupun penyertaan pada usaha yang prospekif, maka keuntungan yang diperoleh tetap harus digunakan untuk menunjang pencapaian tujuan yayasan. Hal ini berbeda dengan badan usaha berbentuk perseroan maupun persekutuan, di mana keuntungan yang diperoleh perusahaan dapat dibagikan kepada pemilik perusahaan.  

Oleh: Uswa Nafisah
Sumber: Pengantar Bisnis (Pengenalan Praktis & Studi Kasus) By Ismail Solihin, S. E.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar